Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia | 28 August 2024 18:50
Jakarta, CNBC Indonesia – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) membeberkan beberapa perhatian pengusaha batu bara di tengah rencana pemerintah untuk mengaplikasikan skema pungut salur iuran pengusaha batu bara melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP) di dalam negeri.
Deputi Jenderal Sekretaris APBI, F. Hary Kristiono mengatakan salah satu yang menjadi perhatian para pengusaha batu bara adalah perihal program transisi energi di Indonesia yang terus digencarkan.
Hal itu, Kristiono menilai membuat para pengusaha batu bara harus mengeluarkan dana tambahan untuk membayar iuran batu bara di samping investasi perusahaan batu bara di sektor transisi energi.
“Namanya iuran dana kompensasi Batu Bara yang dikelola oleh Himbara di mana angkanya itu nggak sedikit dan buat kami di industri atau sebaiknya di industri pertambangan dan di pengusaha,” jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Rabu (28/8/2024).
Selain itu, dia menilai para pengusaha batu bara juga baru saja dihadapkan dengan skema Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk sumber daya alam yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 tahun 2023.
Dengan rencana diaplikasikannya skema MIP dinilai bisa menambah beban pengusaha di samping investasi transisi energi dan biaya DHE.
“Di saat yang bersamaan tahun lalu dan sampai hari ini kita juga masih terkena dengan DHE, aturan DHE yang membebani cashflow kami,” imbuhnya.
Dengan begitu, Rizal mewanti-wanti agar jika nanti skema MIP batu bara diaplikasikan, dia mengatakan hal itu jangan sampai menambah beban pengusaha dengan membayar iura di tengah program transisi energi dan biaya DHE.
“Sehingga buat kami di industri pertambangan concern-nya adalah dana kompensasi ini jangan sampai membebani kira-kira gitu,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menilai pelaksanaan pungutan iuran batu bara perusahaan tambang melalui MIP cukup penting untuk segera dijalankan.
Asisten Deputi Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Tubagus Nugraha membeberkan skema iuran ini dibutuhkan guna mengatasi masalah disparitas harga batu bara di pasar internasional dengan harga Domestic Market Obligation (DMO).
Terlebih, apabila berkaca pada tahun 2022 lalu, pasokan batu bara untuk sejumlah pembangkit PLN sempat mengkhawatirkan. Ini terjadi lantaran para penambang batu bara lebih memprioritaskan ekspor ketimbang memasok kebutuhan dalam negeri lantaran harga jualnya lebih bagus.
“Pasca pengalaman kita di awal tahun 2022, kita agak babak belur nih, pembangkit-pembangkit ini terkait dengan pasokannya gitu. Jadi kuncinya adalah bagaimana kemudian pasokan batu bara untuk kepentingan domestik, khususnya untuk kelistrikan umum itu bisa aman,” ujar dia dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).
Tubagus menyadari negara saat ini sangat bergantung kepada batu bara lantaran komoditas ini telah menjadi salah satu sumber devisa. Namun di satu sisi, batu bara juga dibutuhkan sebagai sumber energi domestik.
“Kuncinya ini after 2022 di awal tahun itu, maka mekanisme ketahanan energi itu menjadi penting untuk pasokan dalam negeri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, setidaknya terdapat tiga persoalan yang saat ini menjadi fokus pemerintah pasca kejadian 2022 lalu. Pertama tidak semua spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh para penambang cocok digunakan untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Kedua, terdapat disparitas harga antara harga dalam negeri dengan harga internasional. Ketiga mekanisme denda dan kompensasi yang selama ini diimplementasikan kurang cukup untuk kemudian membentuk sebuah kepatuhan yang berkelanjutan bagi para pelaku usaha.
“Nah ini concern-concern itu kemudian kita mencari solusi yang lebih tepat, lebih berkelanjutan, dan memang di satu sisi lebih fairness gitu, lebih berkeadilan, dan dari sisi beban fiskal pun jangan sampai ini menjadi tambahan beban fiskal bagi negara,” kata dia.
(luc/luc)