RESEARCH – Chandra Dwi, CNBC Indonesia | 31 May 2024 07:10
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara acuan dunia ditutup kembali bergairah pada perdagangan Kamis (30/5/2024), di tengah melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS) pada kuartal I-2024.
Sementara kenaikan permintaan dari China juga menjadi salah satu penopang batu bara hingga hari ini, di mana China merupakan konsumen terbesar batu bara di dunia.
Berdasarkan data dari Refinitiv pada Kamis kemarin, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Juni 2024 ditutup di posisi US$ 140,25 per ton, menguat 0,25% dari posisi harga Rabu lalu.
Harga batu bara global melanjutkan penguatannya meski sentimen cenderung memburuk setelah dirilisnya data perkiraan kedua dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) AS periode kuartal I-2024.
Departemen Perdagangan menunjukkan perekonomian tumbuh lebih lambat pada kuartal pertama dibandingkan perkiraan sebelumnya, setelah revisi ke bawah pada belanja konsumen dan peralatan serta ukuran utama inflasi yang melambat, menjelang rilis data inflasi PCE periode April 2024 pada hari ini.
PDB riil AS meningkat pada tingkat tahunan sebesar 1,3% pada kuartal pertama, turun dari perkiraan awal sebesar 1,6% tetapi sedikit lebih buruk dibandingkan perkiraan Dow Jones sebesar 1,2%.
Pengurangan konsumsi, dari pertumbuhan 2,5% menjadi 2%, merupakan penyebab utama revisi penurunan tersebut.
Dengan ekonomi yang melambat maka ada harpan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga.
Di lain sisi, ada sedikit kabar gembira di mana Pelabuhan Baltimore, yang menjadi pusat ekspor batu bara terbesar kedua di AS, telah memulai kembali operasi ekspor dengan beberapa pembatasan menyusul runtuhnya jembatan yang menghentikan pengiriman sejak Maret lalu.
Sekitar 0,42 juta ton batu bara dikirim dari pelabuhan tersebut pada pekan lalu, dengan volume yang sama diperkirakan terjadi pada pekan ini, berdasarkan data pelacakan kapal Kpler.
Data menunjukkan sebagian besar batubara ditujukan ke India, meskipun volume yang lebih kecil juga akan disalurkan ke Turki dan Mesir.
“Kapal-kapal laut mulai berdatangan sekitar tanggal 17 Mei dan sebagian besar CSX telah kembali beroperasi normal di dermaga batubara Curtis Bay,” kata Sheriee Bowman, juru bicara CSX, pemilik salah satu dari dua terminal batubara yang terkena dampak, dikutip dari Montel News.
Sementara itu, China masih menjadi penyelamat batu bara, karena permintaan akan batu bara di negara tersebut masih cukup tinggi. China merupakan konsumen terbesar batu bara di dunia.
Hal ini lantaran proyeksi ekonomi China diperkirakan menuju ke arah positif, membuat pertumbuhan yang lebih tinggi di China akan ikut mendongkrak aktivitas bisnis dan permintaan listrik yang pada akhirnya mengerek permintaan batu bara.
Sebelumnya pada Rabu lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 5% pada 2024 pada Rabu (29/5/2024). Hal ini didukung dengan data ekonomi yang tampak membaik belakangan ini.
IMF merevisi pertumbuhan ekonomi China dan menaikkannya dari 4,6% menjadi 5% pada 2024 dan 4,5% pada 2025, didorong oleh data PDB kuartal I yang kuat dan langkah-langkah kebijakan terkini. Inflasi inti diperkirakan akan meningkat namun tetap rendah karena output masih berada di bawah potensinya.
Proyeksi baru ini muncul setelah China meningkatkan upayanya untuk menopang pemulihan yang tidak merata di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut, yang mengalami kesulitan dalam menghadapi krisis properti yang berkepanjangan dan dampak buruknya terhadap investor, konsumen, dan dunia usaha.
Sementara itu, investor juga menanti rilis data aktivitas manufaktur China yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur periode Mei 2024 versi NBS. Data ini juga akan dipantau karena dapat mengukur sebagaimana China berhasil memulihkan perekonomiannya.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur pada bulan ini cenderung naik sedikit menjadi 50,5.
Diketahui menurut data dari NBS, PMI manufaktur resmi China meningkat pada April lalu mencapai 50,4, menandakan bahwa sektor manufaktur China masih berada di ambang batas 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dan kontraksi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(chd/chd)