RESEARCH – Revo M, CNBC Indonesia | 02 May 2024 07:15
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara terpantau memanas di tengah gelombang panas yang melanda kawasan Asia.
Dilansir dari Refinitiv, harga kontrak batu bara Juni acuan ICE Newcastle pada perdagangan Rabu (1/5/2024) naik 3,08% di level US$147,4 per ton. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak 11 Desember 2023 yang saat itu sempat menyentuh angka US$153 per ton. Bila dilihat sejak awal 2024 maka harga saat ini adalah yang tertinggi.
Harga batu bara bahkan sudah naik selama tiga hari beruntun dengan kenaikan menembus 9,6%.
Kenaikan harga batu bara juga ditengarai terjadi akibat proyeksi tingginya permintaan impor da penggunaan batu bara di tengah gelombang panas yang melanda Asia.
Gelombang panas akan meningkatkan penggunaan listrik untuk pendingin ruangan akibat suhu panas yang melanda sejumlah negara di Asia.
Setidaknya hal itu terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mulai dari India, Bangladesh lalu Filipina, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam.
Negara-negara tersebut masih menggantungkan batu bara sebagai sumber energi utama.
India yang akan menghadapi musim panas pada Juni juga sudah meningkatkan produksi dalam jumlah besar karena proyeksi lonjakan penggunaan listrik.
Dikutip dari The Economic Times, produksi batu bara India terpantau melonjak hingga 117 juta ton pada bulan Maret 2024, naik dari 108 juta ton pada Maret 2023 dan 96 juta ton pada Maret 2022.
Sebagai informasi, batu bara menyumbang hampir 81% pembangkit listrik dari semua sumber pada bulan lalu dari 79% pada bulan Maret 2022, ketika kekurangan bahan bakar menyebabkan banyak pembangkit listrik menganggur dan mengakibatkan pemadaman listrik.
Perusahaan pertambangan mengirimkan hampir 74 juta ton ke generator, naik dari 68 juta ton pada bulan yang sama tahun lalu dan 65 juta pada dua tahun lalu.
Tambang tersebut mengirimkan rata-rata 298 kereta batubara ke generator setiap hari, naik dari 271 pada tahun 2023 dan 269 pada tahun 2022, karena jaringan kereta api diperintahkan untuk memprioritaskan pergerakan bahan bakar.
Hasilnya, generator berbahan bakar batu bara memiliki cukup bahan bakar untuk meningkatkan produksinya hingga mencapai rekor 113 miliar kilowatt-jam (kWh) naik dari 103 miliar kWh pada bulan yang sama tahun lalu dan dua tahun lalu.
Lebih lanjut, pembangkit listrik tenaga batu bara membantu sistem transmisi melayani beban tertinggi sebesar 139 miliar kWh pada bulan Maret 2024, naik dari kurang dari 128 miliar kWh pada tahun 2023 dan 130 miliar kWh pada tahun 2022.
Kendati produksi batu bara mencapai rekor tertinggi, pasokan bahan bakar tetap mencukupi karena produksi dan distribusi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Generator masih menyimpan 48 juta ton batu bara pada tanggal 28 April, naik dari 36 juta ton pada tahun sebelumnya dan 22 juta pada tahun 2022.
Dengan banyaknya pembangkit listrik tenaga batu bara yang tersedia, jaringan transmisi menjadi jauh lebih stabil, dengan frekuensi jaringan tetap mendekati targetnya yaitu 50 siklus per detik (Hertz).
AS dan Kelompok G-7 Akan Tutup Pembangkit Batu Bara
Para menteri negara-negara Kelompok Tujuh (G7) dilaporkan telah mencapai kesepakatan untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara pada paruh pertama tahun 2030-2035.
Ini disebut sebagai sebuah langkah signifikan menuju transisi dari penggunaan bahan bahar fosil. G7 sendiri terdiri dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Jepang, dan Kanada.
“Ada kesepakatan teknis, kami akan mencapai kesepakatan politik akhir pada hari Selasa (30/4/2024),” kata Menteri Energi Italia Gilberto Pichetto Fratin, yang memimpin pertemuan tingkat menteri G7 di Turin, berbicara Senin waktu setempat, dikutip dariReuters.
Keputusan Selasa ini disebut sebagai “komunike akhir” yang merinci komitmen G-7 untuk melakukan dekarbonisasi perekonomian mereka.
Perjanjian terkait batu bara itu akan menandai langkah signifikan menuju arah hasil KTT iklim PBB COP28 tahun lalu untuk menghapuskan bahan bakar fosil. Di mana batu bara dianggap sebagai bahan yang paling menimbulkan polusi.
Di beberapa negara G7, batu bara sebenarnya memiliki peran sangat besar dalam menghasilkan listrik. Jerman dan Jepang misalnya menghasilkan listrik lebih tinggi 25% dengan batu bara, dari total produksinya tahun lalu.
Italia sendiri menghasilkan 4,7% dari total listriknya melalui beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara, tahun lalu. Roma saat ini berencana mematikan pembangkit listriknya pada tahun 2025, kecuali di pulau Sardinia yang batas waktunya adalah tahun 2028.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)